Vhitha's Blog

Paper Metodologi Penelitian

Posted on: Juni 23, 2009

ABSTRAK

Terkait dengan kecerdasan yang dimiliki seseorang, itu semua dapat mempengaruhi segala kegiatan yang mereka lakukan. Aspek psikologis dan aspek kesehatan itu dapat mempengaruhi skor IQ seseorang sehingga orang itu dapat dikatakan cerdas atau sebaliknya. Untuk itulah dalam pembahasan di bawah akan dibahas indikator-indikator yang mempengaruhi dan berhubungan dengan skor IQ seseorang secara perhitungan kuantitatif.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari dua variabel. Dimana, variabel dependent nya adalah nilai skor IQ (Y) dan variabel independent-nya adalahaspek psikologis (X1) dan aspek kesehatan (X2). Data tersebut diperoleh dari TK Islam Nurmala Hikmah I yang telah mengikuti tes psikologi dan kesehatan di PEOPLE POWER Consulting (psychology, healt, education and development).
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi yang digunakan untuk menggambarkan hubungan dan pengaruhantara dua peubah atau lebih untuk peubah kuantitatif. Uji yang dilakukan adalah uji analisis statistic (uji hipotesis) dan uji analisis ekonometrika (uji penyimpangan asumsi klasik).
Hasil penelitian yang diperoleh adalah aspek kesehatan tidak berpengaruh terhadap skor nilai IQ. Sedangkan aspek psikologis mempunyai pengaruh terhadap skor nilai IQ. Untuk pengujian asumsi klasik pada model regresi ini dalam uji multikolinieritas, autokorelasi, normalitas ataupun heterokedasitas tidak terdapat penyimpangan sama sekali dalam asumsi klasik pada model regresi ini..
Maka, kesimpulan dari makalah penelitian ini adalah dari dua variable bebas yang diajukan (X1=aspek psikologis dan X2=aspek kesehatan) hanya satu variable yang sesuai dengan hipotesis Ho ditolak, yaitu aspek psikologis. Hal ini dikarenakan bahwa ada factor lain yang diluar penelitian dapat mempengaruhi meningkatnya nilai skor IQ tersebut.

I. PERMASALAHAN
Seseorang memiliki IQ yang menjadi ukuran mereka masing-masing dalam mengaplikasikan segala kegiatan yang mereka jalani. Skor IQ yang di miliki seseorang ini tinggi rendahnya dapat dipengaruhi oleh indicator-indikator yang memang berhubungan dengan IQ itu sendiri. Adapun antara lain indicator-indikator yang mempengaruhi IQ seseorang adalah, psikologis, kesehatan yang meliputi asupan gizi perawatan dll, juga ada indicator lingkungan. Selain faktor psikologis, kesehatan dan lingkungan, apa yang dilihat, didengar, dan dipelajari anak, sejak dalam kandungan sampai usia lima tahun, sangat menentukan intelegensia dasar untuk masa dewasanya kelak. Setelah usianya melewati lima tahun, secara potensial IQ-nya telah tetap. Dengan begitu, masa itulah merupakan kesempatan emas bagi kita untuk memacu tingkat kecerdasan anak.
Dari pembahasan diatas banyaknya factor indicator yang dapat mempengaruhi intelegent quotients (IQ), maka pemakalah akan membatasi permasalahan ini hanya meliputi indicator aspek psikologis seseorang dan aspek kesehatan. Ditujukan agar permasalahan lebih terarah dan tidak ada kesalahan dalam penjelasan ataupun pemaparan.
Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis memilih judul dalam makalah ini “Pengaruh Aspek Psikologis dan Aspek Kesehata Terhadap Nilai Skor IQ” untuk menggambarkan pengaruh faktor eksternal terhadap meningkatnya nilai skor IQ. Secara garis besar permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai ada atau tidaknya pengaruh dua variabel bebas yaitu Aspek Psikologis dan Aspek Kesehatan terhadap Skor Nilai IQ
Disini saya akan mencoba meneliti dua indicator yang sekiranya dapat mempengaruhi skor IQ yang dimiliki seseorang, yaitu aspek psikologis dan aspek kesehatan seseorang. Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah benar aspek psikologis dan aspek kesehatan seseorang dapat mempengaruhi IQ yang dimiliki orang tersebut?
2. Manakah indicator yang lebih dominan berpengaruh antara aspek psikologis dan aspek kesehatan terhadap IQ?

II. KERANGKA PIKIR/TEORI
a. IQ
Model-model kecerdasan yang kini dikembangkan dalam dunia psikologi mendasarkan argumen-argumennya pada temuan-temuan ilmiah dari studi dan penelitian neuroscience. Mulai dari model kecerdasan konvensional (IQ), kecerdasan emosional (EQ), hingga yang mengklaim diri sebagai model kecerdasan ultimat: kecerdasan spiritual (SQ), seluruhnya masih menjelaskan kesadaran manusia dengan segenap aspek-aspeknya sebagai proses-proses yang secara esensial berlangsung pada jaringan syaraf. Meski jaringan syaraf pusat menampakkan gejala-gejala aktivitas kesadaran manusia secara dominan, namun sekedar mereduksi entitas kesadaran ke dalam proses-proses syaraf tersebut, hanya akan memastikan hilangnya peluang untuk menjelaskan struktur kesadaran manusia secara utuh dan fundamental.
Pendekatan alternatif selain model-model neuroscience terhadap gejala-gejala kesadaran ini antara lain diperoleh melalui teori-teori kognisi kontemporer yang berbeda dengan pendekatan sebelumnya dalam hal penekanannya terhadap proses hidup secara keseluruhan, alih-alih memusatkan perhatian terhadap jaringan syaraf pusat saja. Pendekatan ini mengkarakterisasi diri manusia dalam struktur-struktur sistem kompleks metasistemik dengan sifat-sifat emergent yang nampak sebagai gejala-gejala kecerdasan.

b. Aspek Psikologis
Tidak semua anak punya perkembangan ntelektual yang ‘normal’ atau rata-rata. Ada anak ‘gifted’ atau ‘talented’ “yaitu dikaruniai kecerdasan atau bakat luar biasa- yang tingkat intelektualitasnya jauh melampuai anak-anak lain seusianya. Sayangnya, kadang anak gifted ini baru diketahui setelah ia masuk SD. Coba kalau bisa diketahui saat ia masih di preschool, kan bisa masuk SD lebih cepat. anak yang belum berusia 6 tahun bersekolah di sekolah dasar. Sebab yang lebih penting sebenarnya kesiapan umur mental si anak, yakni kemampuan mental dan intelektual, bukan umur kalendernya.
“Contoh, anak umur 4 tahun tapi umur mentalnya 6 tahun, berarti mereka sudah siap masuk SD,” papar Prof Dr. S.C . Utami Munandar, guru besar psikologi anak Universitas Indonesia.

Cuma, untuk mengetahui apakah umur mental anak siap, orangtua mesti mengeceknya dengan melakukan tes umur mental ke psikolog. Dari sini, nanti bisa diketahui IQ anak, dengan rumus: (umur mental/umur kalender) x 100 = IQ. Bila skor IQ anak di atas 130, jauh di atas anak normal (skor IQ 85-115), bisa saja ia dipandang gifted dan dipertimbangkan masuk SD lebih awal, setelah mempertimbangkan aspek-aspek lainnya.
Secara emosi, anak juga harus lebih matang, agar mampu mengontrol diri dan tidak lagi bertingkah laku berdasarkan keinginannya sendiri. Jadi, meski anak IQ-nya tinggi, belum tentu EQ-nya tinggi. Kalau anak itu masih dependent (bergantung pada orangtua), sikap bekerjanya belum terbentuk, masih banyak sikap bermainnya, kemungkinan besar bila anak dimasukkan ke SD ia bisa mengalami tekanan dan stres, sehingga menimbulkan reaksi malas belajar atau tidak mau sekolah.
Selain berefek malas, anak yang terlalu dipaksakan lompat jenjang pendidikan bisa menimbulkan masalah psikologis. Kasihannya, pada anak balita itu. Di usia itu mereka masih ingin main, sementara anak lainnya sudah tidak ingin main lagi. Di jenjang pendidikan berikutnya, misalnya saat di perguruan tinggi dan si anak baru berusia 15 tahun, secara emosional dan sosial ia belum sematang teman lainnya. Tak jarang temannya akan mengangap dia sebagai anak kecil, karena mungkin dari segi fisik belum berkembang sepenuhnya. Jadi dari segi sosial ada hambatan. Atau karena susah bergaul karena komunikasinya sering tidak nyambung, anak lebih senang membenamkan diri pada buku.

c. Aspek Kesehatan
Dr. Devlin menemukan bukti bahwa keadaan dalam kandungan juga sangat berpengaruh pada pembentukan kecerdasan.

”Ada otak substansial yang tumbuh dalam kandungan”, jelasnya. ”IQ sangat tergantung pada bobot lahir bayi. Anak kembar, rata-rata memiliki IQ 4 – 7 angka di bawah anak lahir tunggal karena umumnya bayi kembar memiliki bobot badan lebih kecil”, tambahnya.

Lebih dari 20 tahun terakhir berbagai penelitian juga mengungkapkan korelasi positif antara gizi, terutama pada masa pertumbuhan pesat, dengan perkembangan fungsi otak. Ini berlaku sejak anak masih berbentuk janin dalam rahim ibu. Pada janin terjadi pertumbuhan otak secara proliferatif (jumlah sel bertambah), artinya terjadi pembelahan sel yang sangat pesat. Kalau pada masa itu asupan gizi pada ibunya kurang, asupan gizi pada janin juga kurang. Akibatnya jumlah sel otak menurun, terutama cerebrum dan cerebellum, diikuti dengan penurunan jumlah protein, glikosida, lipid, dan enzim. Fungsi neurotransmiternya pun menjadi tidak normal.
Dengan bertambahnya usia janin atau bayi, bertambah pula bobot otak. Ukuran lingkar kepala juga bertambah. Karena itu, untuk mengetahui perkembangan otak janin dan bayi berusia kurang dari setahun dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan mengukur lingkar kepala janin.
Begitu lahir pun, faktor gizi masih tetap berpengaruh terhadap otak bayi. Jika kekurangan gizi terjadi sebelum usia 8 bulan, tidak cuma jumlah sel yang berkurang, ukuran sel juga mengecil. Saat itu sebenarnya terjadi pertumbuhan hipertropik, yakni pertambahan besar ukuran sel. Penelitian menunjukkan, bayi yang menderita kekurangan kalori protein (KKP) berat memiliki bobot otak 15 – 20% lebih ringan dibandingkan dengan bayi normal. Defisitnya bahkan bisa mencapai 40% bila KKP berlangsung sejak berwujud janin. Karena itu, anak-anak penderita KKP umumnya memiliki nilai IQ rendah. Kemampuan abstraktif, verbal, dan mengingat mereka lebih rendah daripada anak yang mendapatkan gizi baik. Asupan zat besi (Fe) juga diduga erat kaitannya dengan kemampuan intelektual.

d. Aspek Psikologis, Aspek Kesehatan dan IQ
Keterkaitan antara aspek psikologis, aspek kesehatan terhadap IQ dapat digambarkan, bahwa aspek psikologis mempunyai keterkaitan terhadap IQ dilandasi dengan asumsi. Ketika seorang anak mempunyai tingkat IQ di atas anak-anak normal, kelebihan tersebut harus dibarengi oleh kecerdasan secara emosional atau yang lebih dikenal dengan EQ. emotional question tersebut dipengaruhi oleh kondisi psikis seorang anak. Faktor lingkungan pun juga akan sangat mempengaruhi perkembangan psikis seorang anak yng tergambar pada kecerdasan emosionalnya. Ketika kecerdasan IQ seseorang tidak diimbangi oleh aspek psikologis yng tergambar dengan EQ, maka dampak bagi anak tersebut adalah susah bergaul karena komunikasinya sering tidak nyambung, anak lebih senang membenamkan diri pada buku. Maka berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara aspek psikilogis dengan IQ seorang anak.
Aspek kesehatan berpengaruh terhadap kondisi IQ seorang anak dari bayi. Secara ilmu kesehatan digambarkan bahwa, faktor gizi masih berpengaruh terhadap otak bayi. Jika kekurangan gizi terjadi sebelum usia 8 bulan, tidak cuma jumlah sel yang berkurang, ukuran sel juga mengecil. Saat itu sebenarnya terjadi pertumbuhan hipertropik, yakni pertambahan besar ukuran sel. Penelitian menunjukkan, bayi yang menderita kekurangan kalori protein (KKP) berat memiliki bobot otak 15 – 20% lebih ringan dibandingkan dengan bayi normal. Defisitnya bahkan bisa mencapai 40% bila KKP berlangsung sejak berwujud janin. Karena itu, anak-anak penderita KKP umumnya memiliki nilai IQ rendah. Kemampuan abstraktif, verbal, dan mengingat mereka lebih rendah daripada anak yang mendapatkan gizi baik. Asupan zat besi (Fe) juga diduga erat kaitannya dengan kemampuan intelektual.

e. Regresi Linier Berganda
Analisis regresi berganda ini memiliki beberapa manfaat, yaitu:
 Mengetahui ada/tidaknya pengaruh antara beberapa variabel bebas terhadap variable terikat . Dalam paper ini akan dilihat Apakah terdapat pengaruh antara aspek psikologis dan aspek kesehatan (secara bersama-sama) terhadap nilai IQ seseorang.
 Melihat ada/tidaknya pengaruh (secara parsial) antara setiap variabel bebas dengan variabel terikatnya. Dalam paper ini akan dilihat:
1. Apakah terdapat pengaruh antara Aspek psikologis (secara parsial) terhadap nilai IQ seseorang.
2. Apakah terdapat pengaruh antara Aspek Kesehatan (secara parsial) terhadap nilai IQ
 Mengetahui variabel bebas mana yang lebih/ paling berpengaruh terhadap variabel terikat . Dalam kasus ini, akan dilihat dari kedua variabel bebas, yaitu Aspek psikologis dan aspek kesehatan, manakah yang lebih memiliki pengaruh terhadap nilai IQ seseorang. Mengetahui faktor yang lebih dominan/ berpengaruh dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan perbaikan berdasarkan skala prioritas.
Dimana :
 Variabel Bebas adalah Aspek Psikologis (X1) dan Aspek Kesehatan (X2)
 Variabel Terikat adalah Nilai IQ Seseorang (Y)

f. Asumsi Klasik
A. Uji Multikolinearitas
Pada regresi linear berganda, terdapat lebih dari satu variabel bebas yang diuji pengaruhnya terhadap satu variabel terikat. Terkadang ditemukan kondisi dimana antara variabel bebas yang satu memiliki hubungan linear dengan variabel bebas yang lain. Keadaan inilah yang disebut dengan multikolinearitas.
Akibat adanya multikolinearitas ini di antaranya akan menyebabkan terjadinya varian koefisien korelasi regresi menjadi lebih besar sehingga akan sulit menentukan estimasi yang tepat. Akibat lain yang mungkin terjadi adalah banyaknya variabel yang tidak signifikan tetapi koefisien determinasi (r2/r square) tetap tinggi.

1. Menguji ada/tidaknya Multikolinearitas
Untuk melihat Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai Tolerance. Mengatakan bahwa jika:
i. Nilai tolerance (α) hitung VIF, dimana VIF = 1/α
Maka variabel bebas mengalami multikolinearitas. Sebaliknya jika:
iii. Nilai tolerance (α) hitung > α
iv. Nilai VIF hitung < VIF, dimana VIF = 1/α
maka tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.
Sumber lain menyebutkan jika VIF < 5 dan Tolerance mendekati 1, maka tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas

B. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu atau urutan tempat, atau korelasi yang timbul pada dirinya sendiri. (Sudarmanto hal 142, 2005).
1. Mendeteksi Autokorelasi
Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi akan digunakan uji Durbin-Watson dengan ketentuan sebagai berikut:
 Terjadi autokorelasi positif, jika nila DW di bawah -2 (DW < -2)
 Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -2 < DW 2)

C. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat grafik normalnya (Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual).
• Jika titik-titik pada grafik tersebut mendekati garis diagonal, maka data sampel memenuhi asumsi Normalitas.
• Jika titik-titik pada grafik tersebut menjauhi garis diagonal, maka data sampel tidak memenuhi asumsi Normalitas.

D. Uji Heteroskedastisitas
Dalam persamaan regresi berganda juga perlu diuji mengenai sama atau tidaknya varians dari residual observasi yang satu dengan observasi yang lain.
Jika varian tidak konstan atau berubah-ubah maka disebut heteroskedastis, jika sama maka disebut homoskedastis
.
1. Mendeteksi Heteroskedastisitas
Analisis uji asumsi heteroskedastisitas akan dilihat melalui grafik scatterplot antara Z prediction (ZPRED) yang merupakan variabel bebas (sumbu X=Y hasil prediksi) dan nilai residualnya (SRESID) merupakan variabel terikat (sumbu Y= Y prediksi – Y riil).
Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar di bawah maupun di atas titik origin pada sumbu Y. Sedangkan heteroskedastis terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya mempunyai pola teratur baik menyempit, melebar maupun bergelombang.

E. Histogram
Histogram digunakan untuk menampilkan data kuantitatif dan memungkinkan kita untuk menyajikan secara visual bagaimana distribusi data kita. Agar dapat diketahui data kita simetrik atau menjulur bahkan dapat melihat adanya ‘gabungan’ yang mengindikasikan adanya penggolongan data.

F. Hipotesis
Dari teori tersebut, maka dapat diambil sebuah dua hipotesis yaitu hipotesis utama dan hipotesis secara parsial. Yang nantinya akan melewati uji kebenaran untuk mempertegas atau menolak hipotesis tersebut secara empiris. Adapun hipotesis penelitian yang ingin diuji dalam makalah ini adalah:
• Hipotesis Utama
Ho = Tidak ada pengaruh antara aspek psikologis (X1) dan aspek kesehatan (X2) terhadap nilai skor IQ (Y)
Ha = terdapat pengaruh antara aspek psikologis (X1) dan aspek kesehatan (X2) terhadap nilai skor IQ (Y)
• Hipotesis parsial X1
Ho = Tidak ada pengaruh antara aspek psikologis terhadap nilai skor IQ
Ha = Terdapat pengaruh antara aspek psikologis terhadap nilai skor IQ
• Hipotesis parsial X2
Ho = Tidak ada pengaruh antara aspek kesehatan terhadap nilai skor IQ
Ha = Terdapat pengaruh antara aspek kesehatan terhadap nilai skor IQ

III. METODE PENELITIAN DAN PENYAJIAN-ANALISIS DATA
model Analisis data ini adalah kuantitatf. Data diolah dengan menggunakan program statistik SPSS dengan mengunakan regresi karna akan melihat seberapa besar pengaruh antara X1 dan X2 terhadap Y, serta variabel manakah yang lebih dominan. Juga digunakan Asumsi klasik karna ditakutkan ada kemungkinan terdapat masalah multikolinieritas, autokorelasi ataupun heterokedasitas. Wilayah studi difokuskan pada Kecamatan Duren Sawit Kelurahan Pondok Kelapa. Data yang digunakan bersumber dari dokumen pencatatan rekap hasil pemeriksaan aspek psikologis dan aspek kesehatan TK ISLAM NURMALA HIKMAH I.
Dimana dua variabel bebas (X) yang digunakan adalah:
 X1 Aspek Psikologis.
 X2 Aspek Kesehatan
Sampel yang digunakan dalam analisa ini sebanyak 50 sampel yang merupakan murid TK Islam Nurmala I. Data sampel merupakan data Time Series. Data yang akan diolah dalam makalah ini merupakan olahan data dalam bentuk Time Series yang diperoleh dari PEOPLE POWER consulting (Psychology, Health, Education and Development). Skala pengukuran data tersebut adalah interval, sehingga dapat dilakukan pengujian analisis regresi berganda dengan data tersebut. Pengambilan data melalui salah satu wali kelas TK Islam Nurmala I. Waktu pengambilan data yaitu pada 14/06/2009 dan pemakalah langsung menemui wali kekas yang bersangkutan. Data akan diolah dengan menggunakan program statistik SPSS untuk nantinya akan dianalisis secara kuantitatif.

IV. HASIL PENELITIAN

Interpretasi Hasil Output SPSS
Regression

Tabel Output Variables Entered/Removed Menunjukan variable yang digunakan dalam pengujian, dimana yang menjadi variabel terikat (dependent) adalah variabel Y, yaitu Y = Nilai IQ Seseorang. Sementara variabel bebasnya ada dua, yaitu: X1= Aspek Psikologis dan X2 = Aspek Kesehatan.
Interpretasi Hasil Output SPSS

Tabel Output Model Summary Perhatikan nilai R dan R Square. R menunjukan nilai korelasi atau hubungan antara variable bebas terhadap variable terikatnya. Nilai 0.244 atau 24.4% menyatakan bahwa terdapat hubungan/ korelasi yang rendah (karena 24%) antara X1 (Aspek Psikologis) dan X2 (Aspek Kesehatan) secara bersama-sama terhadap variable Y (Nilai IQ Seseorang). Nilai R Square menunjukan besarnya pengaruh antara variable bebas terhadap variable terikatnya. Nilai 0.060 atau 6% menyatakan bahwa terdapat pengaruh sebesar 6% antara X1 (Aspek Psikologis) dan X2 (Aspek Kesehatan) secara bersama-sama terhadap variable Y (Nilai IQ Seseorang). Sementara sisanya (100%-6%= 94%) dipengaruhi/ dapat dijelaskan oleh faktor lainnya.
Catatan:

1. Pedoman intrepretasi koefisien korelasi:

Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang/Cukup Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, Metode penelitian bisnis, hal. 183.

2. Untuk melihat hubungan secara parsial (variable X1 terhadap Y ataupun Variabel X2 terhadap Y) dapat dilakukan dengan analisa korelasi. Manfaat mengetahui korelasi parsial sebagai indikasi untuk melihat faktor yang lebih dominan/ memiliki hubungan lebih besar (antara masing-masing variabel bebas) terhadap variabel bebas. Menghitung nilai korelasi parsial tersebut akan dilakukan di akhir bagian ini.
3. Nilai R Square yang menyatakan pengaruh antara variabel bebas dan terikat tersebut belum dapat digunakan karena perlu pengujian hipotesis menggunakan Tabel Anova dan Tabel Coefficients di bawah.
Interpretasi Hasil Output SPSS

Tabel Output ANOVA perhatikan nilai F dan signifikansi levelnya (Sig.). Kedua nilai tersebut digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis utama yang telah disebutkan sebelumnya di atas, yaitu:
Ho : Tidak ada pengaruh antara Aspek Psikologis dan Aspek Kesehatan (secara bersamasama) terhadap Nilai IQ Seseorang.
Ha : Terdapat pengaruh antara Aspek Psikologis dan Aspek Kesehatan (secara bersamasama) terhadap Nilai IQ Seseorang.

Dengan kriteria pengujian:
Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak Sebaliknya Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima
atau dengan melihat nilai siginifikansi level (sig)
Jika nilai sig F Tabel (1.489 < 3.15) dan Nilai Sig 0,05) maka Ho diterima, sehingga Hipotesa nol (Ho) yang menyatakan Tidak ada pengaruh antara aspek psikologis dan aspek kesehatan (secara bersama-sama) terhadap nilai IQ seseorang diterima. Dengan demikian Terbukti bahwa Tidak terdapat pengaruh antara aspek psikologis dan aspek kesehatan (secara bersama-sama) terhadap nilai IQ seseorang.

Interpretasi Hasil Output SPSS

Tabel Output Coeffiients Digunakan untuk:
a) Menguji hipotesis parsial
b) membuat model regresi
c) Mengetahui variabel bebas mana yang paling dominan mempengaruhi variabel bebas

a) Menguji Hipotesis Parsial
Perhatikan nilai t dan signifikansi levelnya (Sig.). Nilai tersebut digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis parsial yang telah disebutkan sebelumnya di atas, yaitu:
1. Hipotesis Parsial untuk Variabel X1 (Aspek Psikologis)
Ho : Tidak ada pengaruh antara aspek psikologis terhadap nilai IQ seseorang.
Ha : Terdapat pengaruh antara aspek psikologis terhadap nilai IQ seseorang
2. Hipotesis Parsial untuk variabel X2 (Aspek Kesehatan)
Ho : Tidak ada pengaruh antara aspek kesehatan terhadap nilai IQ seseorang
Ha : Terdapat pengaruh antara aspek kesehatan terhadap nilai IQ seseorang
3. Hipotesis Parsial untuk konstanta (skor nilai IQ)
H0 : artinya konstanta tidak mempunyai pengaruh terhadap Y
Ha : artinya konstanta mempunyai pengaruh terhadap Y
Untuk mengujinya, dengan melihat nilai Sig. Pada Tabel Coefficients dan membandingkannya dengan nilai alpha (α).

Dengan Kriteria Pengujian
Jika t hitung > ttabel maka Ho ditolak
Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima
Atau dengan melihat nilai siginifikansi level (sig)
Jika nilai sig t tabel (2.163 > 1.6) maka Ho ditolak, sehingga Hipotesa nol (Ho) yang menyatakan Tidak ada pengaruh antara Aspek Psikologis terhadap nilai IQ seseorang ditolak. Dengan demikian Terbukti bahwa Terdapat pengaruh antara Aspek psikologis terhadap nilai IQ seseorang.
Pengujian untuk Variable X2 Berdasarkan data di atas nilai thitung pada X2 adalah -0,011 sementara nilai t tabel 1,6 dan Sig adalah 0.992
Kesimpulan:
Karena nilai thitung < t tabel (-0.011 0,05 (0,992 > 0,05) maka Ho diterima, sehingga Hipotesa nol (Ho) yang menyatakan Tidak ada pengaruh antara aspek kesehatan terhadap nilai IQ seseorang diterima. Dengan demikian Terbukti bahwa Tidak terdapat pengaruh antara aspek kesehatan terhadap nilai IQ seseorang.
Berdasarkan hasil print out dalam Tabel Coefficients, diketahui bahwa nilai Sig. Contant = 0,000
Maka, hasil pengujian:
Nilai Sig. Nilai α
0,000 α (0.990 > 0.05) dan nilai VIFhitung (1.010) berada di bawah nilai VIF (1/5%=20). Dengan demikian maka tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas.

Atau dengan indikator lain dapat dilihat pula bahwa nilai Tolerance mendekati 1 (0.990) dan VIF < 5 (1.010< 5), sehingga dengan kriteria ini pun, tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas.

Interpretasi Hasil Output SPSS

Dari output di atas dapat dilihat bahwa nilai DW adalah sebesar 0.157 Dengan demikian menurut teori diatas jika arena nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau dapat dituliskan sebagai berikut:
-2 < 0.157 < 2
Maka, dengan demikian pada hasil output diatas dapat dikatakan model regresi data ini tidak terdapat masalah autokorelasi.

Interpretasi Hasil Output SPSS

Berdasarkan hasil printout dalam Normal P-Plotnya diketahui bahwa titik-titik pada grafik tersebut mendekati garis diagonal secara sempurna. Hal ini menandakan bahwa data sampel dalam persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi Normalitas.

Interpretasi Hasil Output SPSS

Berdasarkan hasil output di atas, kita dapat mengetahui bahwa pada scatterplot, plot-plot nya tidak membentuk pola, bergelombang ataupun menyebar. Maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tersebut tidak ada masalah dalam heterokedasitas.

Interpretasi Hasil Output SPSS

Sumbu horizontal menunjukan range dari skor IQ, sedangkan sumbu vertical menunjukan jumlah pengamatan pada setiap range skor IQ. Dan dapat dilihat Histogram ini simetrik atau tidak menjulur.

V. DISKUSI DAN INTERPRETASI
Berdasarkan data yang disajikan dari hasil pengolahan data tersebut, perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai seberapa besar aspek psikologis dan aspek kesehatan dalam mempengaruhi nilai skor IQ sesorang. Dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai skor IQ.
Interpretasi secara keseluruhan, pertama, nilai skor IQ dipengaruhi oleh aspek psikologis. Dalam hal ini, ketika kecerdasan otak seseorang , maka indikator yang dilihat pertama kali bukanlah psikis seorang saja melainkan ada indikator lain yang juga akan sangat berpengaruh terhadap IQ tersebut.. Salah satu penyebab dari adanya indicator-indikator lain adalah banyak molekul-molekul yang dapat membantu peningkatan IQ itu sendiri mulai dari janin sampai seterusnya. Banyak langkah yang dilakukan untuk mengoptimalkan kecerdasan anak, salah satunya lewat susu yang diperkaya DHA dan ARA yang selama ini dikenal berperan penting dalam mengoptimalkan perkembangan otak, jaringan syaraf, jaringan penglihatan dan membantu pembentukan sistem imun pada bayi. Agar hasilnya optimal maka suplementasi kadar DHA dan ARA harus tepat untuk peran pentingnya dalam perkembangan kognitif anak serta mendukung ketajaman visual dan nilai IQ anak.”
Selain dari latar belakang tersebut, dapat disimpulkan anak-anak berusia 4 tahun yang mendapatkan asupan DHA/ ARA dengan kadar 0,36% DHA (90mg DHA/100g) dan 0,72% ARA (180mg ARA/100g) selama empat bulan pertama menunjukkan Mental Development Index dan nilai IQ yang lebih tinggi 7 poin dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan asupan DHA/ ARA dalam kadar tersebut. Studi lain juga menunjukkan bahwa skor IQ pada anak usia 4 tahun memiliki korelasi yang kuat dengan skor IQ pada usia 17 tahun, hal ini menunjukkan adanya stabilisasi dalam jangka waktu panjang dan mengindikasikan nilai skor IQ yang kurang lebih sama tingginya pada usia dewasa.
Kedua, selain kecerdasan anak sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang diterimanya dalam tahun-tahun awal kehidupannya, terutama dua tahun pertama yang sering kita sebut the golden years. Stimulasi yang tepat, baik jenis maupun frekuensinya, akan melatih panca indera anak dan akan mempengaruhi kecerdasannya. Serta psikologis seorang anak sangat penting untuk diperhatikan karena aspek psikologis ini dapat mempengaruhi IQ anak, yaitu baik dari segi pendidikan, lingkungan maupun keluarga. Tujuannya, supaya nanti si anak tumbuh menjadi anak yang pintar dan kreatif dan punya kepribadian yang matang. "Saya percaya kematangan kepribadian itu lebih banyak menunjang keberhasilan anak, daripada semata-mata kecerdasaan intelektual saja”.
Indicator utama dari meningkatnya nilai skor IQ seseorang yaitu seimbangnya umur mental dengan umur kalender agar kepribadian seorang anak tersebut dapat seimbang dengan kedewasaan mereka sendiri. Dimana, selain IQ (intelligent quotients) mereka juga memiliki EQ (emotion quotients) serta SQ (spiritual quotientns).
Seperti telah terungkap di atas, secara umum EQ dan SQ memiliki kesepakatan untuk memandang aspek-aspek kecerdasan manusia lebih dari sekedar aspek kognitif konvensional yang terukur dengan metoda test IQ. Keduanya pun sama-sama dirumuskan berdasarkan hasil-hasil penelitian dalam bidang psikologi dan neuroscience terbaru, yang semakin berkembang terutama akibat kemajuan teknologi instrumentasi kedokteran yang dapat mengamati aktivitas-aktivitas vital sistem syaraf pusat dan organ-organ lainnya dengan metoda visualisasi yang cukup canggih.

VI. KESIMPULAN
Dari sajian data tersebut kesimpulan yang dapat diambil adalah dari hipotesis yang diajukan, dapat diambil kesimpulan bahwa data menunjukkan terdapat hubungan linier antara aspek psikologis, aspek kesehatan dan nilai skor IQ seorang anak. Sedangkan, hipotesis yang kedua mengenai pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya, data menunjukkan hanya aspek psikologis yang berpengaruh terhadap nilai skor IQ seorang anak.
Hal ini memberi implikasi bahwa untuk meningkatkan IQ seorang anak maka orang yang bertanggung jawab atasnya meliputi keluarga harus melakukan penyeimbangan asupan gizi baik DHA ataupun RHA dan memperhatikan tingkah psikis anak tersebut. Selain itu, selain itu jangan terlalu memaksakan kehendak kepada anak untuk menjadi lebih cepat dewasa dari umur yang sewajarnya.
Untuk hal peningkatan IQ maka saran ini ditujukan baik itu orang tua yang memang mengharapkan anak-anak nya tumbuh dengan kecerdasan dan kedewasaan yang sempurna, yaitu tidak kuranf ataupun lebih. Dan mudah-mudahan ini semua dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para pembaca umumnya dan penulis khususnya.

VII. EVALUASI UMUM
Penilaian saya terhadap keseluruhan perkuliahan metode penelitian dengan Bapak adalah jadwal perkuli`-==== ahan yang tidak sesuai karena lebih sesuai pada jam kuliah pagi agar dapat lebih berkonsentrasi dan masih fresh daya penyerapannya. Bukan pada jam kuliah siang dimana energy atau pola pikir kita sudah tidak kondusif dikarenakan sudah lelah dari pelajaran awal dan mengantuk. Untuk pemberian tugas jumlahnya sangat banyak. Bahkan sangat tegang saat berhadapan dengan bapak. Tetapi, saya dapat banyak sekali pengalaman dan ilmu dalam mata kuliah ini.contohnya seperti melakukan perkuliahan di BPS. Yang awalnya saya tidak tahu BPS itu dimana dan seperti apa tetapi berkat kuliah metodologi penelitian ini saya jadi mengetahuinya bahkan sampai dapat mencari data, walaupun tidak ketemu sampai tuntas. Selain itu, pada mata kuliah ini kita benar-benar diajarkan untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri dengan usaha sendiri bukan dengan menjiplak karya orang lain. Walaupun terkadang Bapak “menyeramkan atau mengejek saya seperti bola atau menipu dengan baju garis-garis, tetapi saya senang karena itu menandakan bapak kenal sama saya sebagai murid bapak.
Saran saya untuk materi perkuliahan ini adalah agar Bapak dapat menjelaskan secara lebih detail mengenai metode penelitian observasi dan pengaplikasian bersama-sama terhadap program spss. Agar ketika berlatih dan mengerjakan tugas tidak kebingungan apa yang harus di klik dan tidak.

LAMPIRAN I
HASIL PRINT OUT

LAMPIRAN II
DATA SPSS

PENGARUH ASPEK PSIKOLOGIS DAN KESEHATAN TERHADAP
NILAI SKOR IQ

NO NAMA Y(skor nilai IQ) X1
(aspek psikologis) X2
(aspek kesehatan)
1 Dini 122 52 141
2 Rizki 118 61 135
3 Alita 116 59 120
4 Firdaus 115 49 138
5 Aydin 115 49 124
6 Emil 114 55 138
7 Tiara 113 57 132
8 Fiona 111 48 124,5
9 Safira 111 60 128
10 Raffa 110 57 129,5
11 Hana 110 56 134,5
12 Layla 110 53 153,5
13 Noor 110 56 133
14 Noval 109 63 137
15 Yunita 109 52 141,5
16 Bagir 107 62 149
17 Zahra 106 55 128
18 Rangga 106 49 127
19 Chandi 105 54 137
20 Abby 105 55 130
21 Salma 105 54 129
22 Azmi 105 64 129
23 Dezyta 105 49 123
24 Fatih 104 55 129
25 Putri 104 46 126
26 Vika 104 54 148
27 Fitri 104 56 150
28 Ladiva 104 54 146
29 Aulia 104 56 128,5
30 Rayhan 103 56 134
31 Sekar 103 57 127,5
32 Talka 102 48 119,5
33 Dani 102 53 136
34 Okta 101 40 140
35 Aisha 101 53 130
36 Nada 100 49 150
37 Riska 100 58 144,5
38 Rifki 100 56 133,5
39 Nabil 98 51 123
40 Atallah 97 53 138
41 Yusuf 97 55 127
42 Algifari 97 51 133,5
43 Anisah 97 61 134
44 Daud 96 50 125
45 Firyal 96 51 145
46 Desra 96 50 125,5
47 Ananda 95 49 135
48 Ilman 95 53 141,5
49 Irsyad 94 56 128
50 Hafsah 94 47 129
Dimana, N = 50
Y = Nilai Skor IQ Anak
X1 = Aspek Psikologis
X2 = Aspek Kesehatan

Tinggalkan komentar


  • Tidak ada
  • Mr WordPress: Hi, this is a comment.To delete a comment, just log in, and view the posts' comments, there you will have the option to edit or delete them.

Kategori

Arsip