Vhitha's Blog

HUKUM PIDANA ISLAM

Posted on: Juni 21, 2009

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, tentu tidak terlepas dari masalah-masalah yang membelitnya, di antaranya masalah tindak pidana kejahatan yang tergolong kriminalitas, seperti pencurian, perzinahan, dan lain sebagainya.
Tindak pidana kejahatan yang tergolong kriminalitas seperti peezinahan dan pencurian tentunya memiliki batasan-batasan dalam hal hukumannya. Artinya, dalam memutuskan seseorang bersalah atau tidak, tentunya ada prosedur-prosedur yang harus dilaluinya, di antaranya, apakah perbuatan tersebut memang benar tergolong kejahatan kriminalitas yang harus dijatuhi hukuman had terhadapnya, bagaimana cara membuktikannya, dan apakah hukuman had wajib dijatuhi terhadapnya.
Tentunya semua itu harus sesuai prosedur yang benar dan tidak main-main. Artinya, tidak serta merta ketika seseorang dituduh berzina oleh orang lain dan orang lain tersebut tidak bisa mendatangkan empat orang saksi yang dilakukan sumpah terhadap mereka bahwa mereka benar-benar melihat perzinahan tersebut, maka terdakwa tidak dikenakan hukuman had. Begitu pula dalam hal pencurian. Seseorang tidak dijatuhi hukuman had manakala barang yang ia curi itu hak miliknya sendiri dan tidak mencapai nisahab.
Hal ini tentunya harus diperhatiakn betul oleh pengadilan setempat. Artinya, pengadilan harus benar-benar teliti dalam menghadapi kasus-kasus yang tergolong jarimah hudud.

BAB II
PEMBAHASAN

II. 1. Definisi
II. 1. 1. Jarimah Hudud
Kata hudud (berasal dari bahasa arab) adalah jamak dari kata had. Secara harfiah ada beberapa kemungkinan arti antara lain batasan, siksaan, ketentuan atau hukum. Dalam bahasan fiqh (hukum islam), had artinya ketentuan tentang sanksi terhadap pelaku kejahatan, berupa siksaan fisik atau moral, menurut syariat yaitu ketetapan Allah yang terdapat di dalam al-qur’an, dan atau kenyataan yang dilakukan oleh Rasulullah. Tindak kejahatan baik dilakukan oleh seseorang atau kelompok, sengaja atau tidak sengaja, dalam istilah fiqh disebut dengan jarimah. Jarimah hudud berarti tindak kejahatan yang menjadikan pelakunya dikenakan sanksi had . Atau dengan kata lain jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Pengertian hukum had sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah
والحد هو العقوبة المقدرة حقا لله تعالى

Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah.
II. 1. 2. Jarimah Zina
Zina secara harfiah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan . Para fuqaha mengartikan zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat.
II. 1. 3. Jarimah Pencurian
Pencurian dalam syariat Islam ada dua macam, yaitu
1. Pencurian yang hukumannya had.
2. Pencurian yang hukumannya ta’zir.
Pencurian yang hukumannya had terbagi kepada dua bagian, yaitu:
a. Pencurian ringan
Pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.
b. Pencurian berat
Pencurian berat adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara kekerasan. Dalam hal ini pencurian berat disebut juga dengan jarimah hirabah atau perampokan.
Pencurian yang hukumannya ta’zir juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Semua jenis pencurian yang dikenai hukum had, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat. Contohnya seperti pengambilan harta milik anak oleh ayahnya.
b. Pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa kerelaannya dan tanpa kekerasan. Contohnya seperti menjabret kalung dari leher seorang wanita, lalu penjambret itu melarikan diri dan pemilik barang tersebut melihatnya sambil berteriak meminta bantuan .
II. 2. Ruang Lingkup
II. 2. 1. Jarimah Hudud
Jarimah hudud memiliki cirri-ciri tertentu, yaitu
a. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
b. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak manusia di samping hak Allah maka hak Allah yang lebih dominan.
Oleh karena hukuman had itu merupakan hak Allah maka hukuman tersebut tidak bisa digugurkan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh Negara. Jarimah hudud ada tujuh macam, yaitu jarimah zina, qadzaf, syurb al-khamr, pencurian, hirabah, riddah, dan pemberontakan (al-baghyu) .
II. 2. 2. Jarimah Zina
Dari definisi zina, dapat diketahui unsur-unsur zina ada dua, yaitu
1. Persetubuhan yang diharamkan
Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuhan dalam kemaluan (farji). Ukurannya adalah apabila kepala kemaluan (hasyafah) telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina walaupun ada penghalang antara zakar (kemaluan laki-laki) dan farji (kemaluan perempuan), selama penghalangnya tipis yang tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Di samping itu, kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri (pasangannya sendiri yang sah).
2. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum
Unsur ini terpenuhi apabila pelaku melakukan persetubuhan padahal ia tahu bahwa wanita yang disetubuhinya adalah wanita yang diharamkan baginya. Dengan demikian, apabila seseorang mengerjakan suatu perbuatan dengan sengaja, tetapi ia tidak tahu bahwa perbuatan yang dilakukannya haram maka ia tidak dikenai hukum had. Contohnya seperti seseorang yang menikah dengan seorang wanita yang sebenarnya mempunyai suami tetapi dirahasiakan kepadanya. Apabila terjadi persetubuhan setelah perkawinannya, maka suami tidak dikenai tuntutan selama ia benar-benar tidak tahu bahwa wanita itu masih dalam ikatan perkawinan dengan orang lain.
Unsur melawan hukum atau kesengajaan berbuat ini harus berbarengan dengan melawan perbuatan yang diharamkannya itu, bukan sebelumnya. Artinya, niat melawan hukum tersebut harus sudah ada pada saat dilakukannya perbuatan yang dilarang itu. Apabila pada saat dilakukannya perbuatan yang dilarang niat yang melawan hukum itu tidak ada meskipun sebelumnya ada maka pelaku tidak dikenai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya. Contohnya seperti seseorang yang bermaksud melakukan zina dengan wanita pembantunya, tetapi setelah ia memasuki kamarnya ternyata yang didapatinya ialah istrinya dan persetubuhan yang terjadi dengan istrinya itu tidak dianggap sebagai zina, karena pada saat dilakukannya perbuatan itu tidak ada niat melawan hukum.
Di samping itu, yang termasuk ke dalam rung lingkup jarimah zina ialah hukuman untuk jarimah zina, pembuktian, pelaksanaan hukuman jarimah zina, dan akibatnya terhadap pernikahan.
II. 2. 3. Jarimah Pencurian
Dari definisi pencurian, dapat diketahui bahwa unsur-unsur pencurian itu ada empat macam, yaitu:
1. Pengambilan secara diam-diam
Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya. Contohnya, seperti mengambil barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya pada malam hari ketika pemilik sedang tidur. Dengan demikian, apabila pengambilan itu sepengetahuan pemiliknya dan terjadi tanpa kekerasan maka perbuatan tersebut bukan pencurian melainkan perampasan.

2. Barang yang diambil itu berupa harta
Salah satu unsur yang penting untuk dikenakannya hukkuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai mal (harta). Apabila barang yang dicuri itu bukan bersifat atau berupa harta, maka pencuri tidak dikenai hukuman had.
Dalam kaitan dengan barang yang dicuri, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa dikenakan hukuman potong tangan. Sayar-syarat tersebut adalah
a. Barang yang dicuri harus berupa mal mutaqawwim
b. Barang tersebut harus barang yang bergerak
c. Barang tersebut adalah barang yang tersimpan
d. Barang tersebut mencapai nishab pencurian
3. Harta tersebut milik orang lain
Agar terwujudnya tindak pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, diisyaratkan barang yang dicuri itu merupakan hak milik orang lain. Apabila barang yang diambil dari orang lain itu hak milik pencuri yang dititipkan kepadanya, maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pencurian, walaupun pengambilan tersebut dilakukan secara diam-diam.
4. Adanya niat yang melawan hukum
Unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya, dan karenanya haram untuk diambil. Di samping itu, untuk terpenuhinya unsur ini disyaratkan pengambilan tersebut dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang yang dicuri .
Di samping itu yang termasuk ke dalam ruang lingkup jarimah pencurian ialah macam-macam jarimah pencurian, pembuktian untuk jarimah pencurian dan hukuman untuk jarimah pencurian.
II. 3. Dasar Hukum
II. 3.1 Dasar Hukum Jarimah Zina
Dasar hukum jarimah zina ada pada surat al-israa ayat 32 yang berbunyi:
         
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan merupakan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa’: 32)

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

لا يخلون أحدكم بامرأة ليست له بمحرم فإن ثالثهما الشيطان
Tidaklah diperkenankan salah seorang di antara kamu untuk bersunyi-sunyi dengan wanita yang bukan muhrim, karena orang ketiga di antara keduanya adalah setan.
II. 3. 2. Dasar Hukum Jarimah Pencurian
Dasar hukum jarimah pencurian ialah surat Al-maidah ayat 38 yang berbunyi:
              
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah: 38)
Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi:

اقطعوا في ربع دينار و لا تقطعوا فيما هو أدنى من ذلك
Potonglah (tangan pencuri) dalam pencurian seperempat dinar dan janganlah kamu memotongnya dalam pencurian yang kurang dari jumlah tersebut.
II. 4. Motif Perilaku
II. 4. 1. Motif Perilaku Jarimah Zina
Ada beberapa sebab seseorang melakukan perbuatan zina. Sebab ini dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
a. Sebab internal
Manusia secara naluriah memiliki nafsu syahwat kepada lawan jenisnya. Jika nafsu syahwatnya begitu besar, maka nafsu syahwatnya tersebut bisa mengalahkan akal sehatnya dan kendali moralnya. Artinya jika akal sehat dan keyakinan moral tidak cukup kuat untuk mengendalikan gejolak nafsu syahwat kepada lawa jenisnya karena gejolak nafsu syahwatnya begitu menggelora maka manusia tersebut akan terjerumus kepada perbuatan zina.
b. Sebab eksternal
Sebab eksternal dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi sosial. Contohnya ialah kondisi sosial yang mentolerir orang untuk melakukan pergaulan bebas yang berujung pada seks bebas. Faktor lain ialah aturan hukum pidana positif yang sangat lemah .
II. 4. 2. Motif Perilaku Jarimah Pencurian
Motif utama seseorang mencuri barang milik orang lain ialah faktor kondisi ekonomi. Hal ini tentu terlihat pada kondisi ekonomi masyarakat yang tergolong rendah. Banyak pencuri beralasan karena kondisi ekonomi yang membelitnya. Faktor lain yang menjadi penyebab maraknya pencurian ialah faktor sosial, pendidikan, dan latar belakang.
II. 5. Pembuktian
II. 5.1. Pembuktian Jarimah Zina
Pembuktian terjadinya perbuatan zinayang dijatuhi hukuman had pada zaman Rasulullah SAW. Meliputi tiga hal: pengakuan dari si pelaku, penyaksian dan sumpah dari saksi-saksi, serta bukti kehamilan pada si pelaku wanita. Selanjutnya mengenai ketiga cara pembuktiannya adalah:
a. Pengakuan dari si pelaku
Pengakuan dari si pelaku zina bahwa dia sudah melakukan zina dengan seseorang, asalkan pengakuan itu dayang dari kedua belah pihak baik pihak laki-laki maupun pihak wanita. Pengakuan ni sudah merupakan pembuktian yang kuat dan tidak perlu lagi diperkuat dengan alat-alat bukti lain.
b. Persaksian dan sumpah dari saksi-saksi
Untuk membuktikan seseorang telah berzina dapat juga dilakukan dengan pernyataan telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri terjadinya perbuatan zina antara seorang pria dengan seorang wanita. Penyaksian dengan mata kepala sendiriini dilakukan oleh empat orang saksi yang menyatakan telah melihat dengan mata kepala sendiri.
Apabila ada empat orang saksi dan kesaksiannya itu benar, maka si pelaku perbuatan zina dihukum dengan hukuman had. Tetapi jika tidak terdapat empat orang saksi atau ada empat orang saksi tetapi kesaksian mereka tidak terbukti benar, maka pelaku zina tidak dikenai hukuman had. Hukuman had itu dikenakan sebaliknya yaitu kepada yang menuduh zina yaitu had qazaf.
a. Bukti kehamilan pada pelaku wanita
Dalam hal pembuktian yang ketiga ini terdapat perbedaan pendapat yaitu menurut Jumhur Fuqaha kehamilan bukanlah merupakan bukti yang mandiri tapi harus disertai pengakuan atau keterangan bukti-bukti lain. Menurut malik dan sahabat-sahabatnya jika wanita itu dalam pengakuannya dipaksa (diperkosa), maka wanita itu harus menunjukan tanda-tanda bukti bahwa dia dipaksa.
Ketiga hal diatas adalah cara pembuktian pada zaman Rasul hingga sekarang. Pada zaman sekarang seiring bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran forensicyang dapat mengetahui terjadinya perubahan vagina setelah terjadinya hubungan seksual dan ditemukannya sperma pria pada rahim atau vagina wanita yang memiliki persamaan tipologi dengan sperma pria pelaku perbuatan zina disamping mengetahui tanda-tand kehamilan secara lebih dini.
II.5.2. Pembuktian Jarimah Pencurian
Tindak pidana pencurian dapat dibuktikan dengan tiga macam alat bukti, yaitu:
a. Dengan saksi
Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana pencurian, minimal dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi kurang dari dua orang maka pencuri tidak dikenai hikuman had.
b. Pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana pencurian. Menurut jumhur pengakuan cukup dinyatakan satu kali dan tidak perlu di ulang-ulang. Akan tetapi Imam Abu Yusuf, Imam Ahmad dan Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa pengakuan harus dinyatakan sebanyak dua kali.
II.6. Uqubah
II.6.1. Uqubah Jarimah Zina
a.Hukuman Fisik
(1). Hukuman cambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
(1.a) Hukuman cambuk: dalam ayat dan hadis diatas ditegaskan pelaku pria dan pelaku wanita dihukum dengan hukuman cambuk seratus kali dan tidak boleh merasa kasihan dalam melaksanakan hukuman. Jadi pelaksanaan hukuman tidak boleh dikurangi atau diringankan baik kuantutas maupun kualitas.
(1.b) Hukuman Pengasingan: dalam hukuman pengasingan ini pelaku diasingkan selama satu tahun dan masalah seberapa jauhnya diasingkan menurut Jumhur Ulama sejauh jarak dibolehkan mengqasar shalat. Umar member contoh seperti jarak dari Madinah ke Syam dan jarak dari Madinah ke Mesir.
(2). Hukuman rajam bagi pelaku zina muhsan dan muhsanah
Bagi pelaku pria dan wanita yang sudah menikah hukuman atas perbuatan zina yang dilakukannya adalah hukuman rajam atau hukuman mati melalui rajam di depan umum. Alasan yang membedakan hukuman antara pelaku zina muhsan dan ghairu muhsan karena orang yang sudah menikah pada waktu ia menikah berarti dalam hatinya ia memilih jalur hokum Islam, memandang pernikahan itu adalah jalur yang benar dan halal, dan perzinahan adalah jalur yang salah dan buruk. Jika mereka berbuat zina berarti mereka telah sengaja melawan kebenaran hokum Islam yang sudah pernah mereka pegang dan mereka yakini.
II.6.2. Uqubah Jarimah Pencurian
Apabila tindak pidana pencurian telah dapat dibuktikan maka pencurian dapat dikenai dua macam hukuman, yaitu:
a. Penggantian kerugian (Dhaman)
Banyak sekali perbedaan pendapat dari uqubah Dhaman ini. Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya dhaman ini dilaksanakan apabila si pelaku tidak dikenai hukuman potong tangan atau sebaliknya. Karena kadua hukuman ini tidak dapat dilaksanakan sekaligus bersama-sama. Menurut Imam Syafi’I dan Imam Ahmad kedua hukuman ini dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan alasan bahwa dalam pencurian terdapat dua hak yang di singgung. Pertama, hak Allahyang di imbangkan dengan hokum potong tangan dan yang kedua hak manusia yang di imbangkan juga dengan hokum penggantian kerugian. Sedang menurut Imam Malik dan murid-muridnya dikenakan keduanya namun dengan ketentuan si pelaku adalah orang yang mampu untuk mengganti barang yang di curi.
b. Hukuman potong tangan
Hukuman potong tangan ini merupakan hukuman yang pokok untuk jarimah pencurian. Ketentuan ini berdasarkan pada firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 38 yang artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya, sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
II.7. Pelaksanaanya
II.7.1. Siapa yang melaksanakan hukuman
Para Fuqaha telah sepakat bahwa pelaksanaan hukuman had harus dilakukan oleh imam atau wakilnya (pejabat yang ditunjuk). Hal ini disebabkan hukuman had itu merupakan hak Allah dan sudah selayaknya apabila dilaksanakan oleh imam selaku wakil dari masyarakat. Hukuman had harus dilaksanakan secara terbuka di muka umum sesuai dengan firman Allah dalam Surah An-Nuur ayat 2:
• •  •                         
2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

II.7.2. Cara pelaksanaan hukuman rajam
Apabila yang di rajam itu laki-laki, hukuman dilaksanakan dengan berdiri tanpa di pendam kedalam lubang dan tanpa di pegang dan di ikat. Hal ini didasarkan kepada hadis Rasulullah SAW ketika merajam Ma’iz dan orang Yahudi:

عن أبى سعيد قال: لما أمرنا رسول الله صلى الله عليه و سلم أن نرجم ماعز ابن مالك خرجنا به إلى البقيع فوا الله ما حفرنا له و لا أو ثقناه و لكن قام لنا فرميناه بالعظام…
Dari Abi Sa’id ia berkata: Ketika Rasulullah saw. Memerintahkan kepada kami untuk merajam Ma’iz ibn Malik maka kami membawanya ke Baqi’. Demi Allah kami tidak memasukkannya ke dalam lubang dan tidak pula mengikatnya, melainkan ia tetap berdiri. Maka kami melemparinya dengan tulang….
Apabila yang dirajam itu wanita, menurut Imam Hanafi dan Imam Syafi’I, ia boleh dipendam sampai batas dada karena cara demikian lebih menutup aurat. Hukuman raja mini boleh dilaksanakan pada setiap saat dan musim, baik musim panas atu dingin, dalam keadaan sehat atau sakit karena hukuman ini berakhir pada kematian. Jika yang dihukum weanita hamil maka di tunda sampai ia melahirkan.

II.7.3. Cara pelaksanaan hokum dera (jilid)
Hukuman ini dilaksanakan dengan menggunakan cambuk, dengan pukulan yang sedang sebanyak 100 kali cambukan. Disyaratkan cambuk tersebut harus kering tidak boleh dalam keadaan basah. Di samping itu juga disyaratkan cambuk tersebut ekornya tidak boleh lebih dari satu. Apabila ekor cambuk itu lebih dari satu maka pukulan dihitung sesuai dengan banyaknya ekor cambuk tersebut. Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah apabila yang terhukum laki-laki maka bajunya harus dibuka kecuali yang menutupi aurat.
Hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan bahaya terhadap orang yang terhukum. Karena hukuman ini bersifat pencegahan. Oleh karena itu, hukuman tidak boleh dilaksanakan dalam keadaan panas terik atau cuaca yang sangat dingin, serta tidak boleh dilaksanakan pada orang yang sedang sakit sampai ia sembuh, dan wanita hamil sampai ia melahirkan.

II. 8. Akibatnya Terhadap Pernikahan
Pelaku zina terutama yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga tentunya akan berdampak negatif bagi keutuhan rumah tangganya sendiri. Bagi pria yang sudah berkeluarga akan mudah retak rumah tangganya dan ia menjadi lebih agresif. Jika pasangan pria pezina tersebut memiliki penyakit kelamin, maka ia juga akan terjangkit penyakit kelamin. Begitu pun bagi wanita pezina, selain rumah tangganya akan retak, ia juga dapat terjangkit kelamin yang sama.
Akibat lain yang juga akan timbul ialah pasangan tersebut akan dikucilkan oleh keluarganya atau bahkan masyarakat sekitarnya meskipun tidak terlalu tampak di hadapan mereka.

BAB III
PENUTUP

Jarimah hudud merupakan bentuk tindak kejahatan yang mana pelakunya akan dikenai sanksi had. Sedangkan Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para fuqaha mengartikan zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat. Adapun pencurian terdiri dari dua macam, yaitu pencurian ringan dan berat.
Adapun hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku perzinahan ialah didera 100 kali baik pezina pria maupun wanita, ini berlaku bagi pezina ghair muhshan. Adapun jika pelaku zina itu muhshan/muhshanah maka hukumannya ialah rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati. Sedangkan hukuman bagi pelaku pencurian ialah hukuman potong tangan. Hukuman potong tangan ini tentu harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan harus memenuhi syarat potong tangan.
Mengenai akibat terhadap pernikahan pelaku zina ialah rumah tangga yang ia jalani akan mengalami keretakan yang mengakibatkan perceraian. Pelaku pun akan bersikap menjadi lebih agresif. Dan tentunya ia akan terus melakukan zina dengan orang lain yang mungkin akan menyebabkan terjangkit penyakit kelamin. Serta dosa yang ditanggung amat sangat besar dan sulit untuk diampuni oleh Allah kecuali ia bertobat dengan taubatan nasuha.

Tinggalkan komentar


  • Tidak ada
  • Mr WordPress: Hi, this is a comment.To delete a comment, just log in, and view the posts' comments, there you will have the option to edit or delete them.

Kategori

Arsip